Rabu, 31 Agustus 2011

HIV


KOALISI STOP AIDS NOWTANAH PAPUA:


“Perlu Pendekatan Gender dan HAM dalam penanganan HIV/AIDS di Tanah Papua”

Penanganan HIV/AIDS selama 14 tahun di Papua masih menjadi tanda tanya.karena sejak ditemukan kasus HIV/AIDS pada tahum 1992 di Kabupaten Merauke,jumlah orang yang terinveksi dan tertular virus HIV ini semakin meningkat.

Text Box: Ini dapat dibuktikan dengan laporan Dinas kesehatan Provinsi Papua per 30 juni 2007 yang menyebutkan 3.337 kasus HIV/AIDS terjadi di Tanah Papua.Hingga sangat mungkin jika dukungan dari pemerintah dan berbagai lapisan masyarakat dalam mengubah pola-pola pemikiran tentangHIV?AIDS dan penanganannya masih sangat lemah. Selama inipun, masih banyak masyarakat dan kalangan pemerintah yang beranggapan bahwa HIV/AIDS hanya merupakan tanggungjawab Dinas Kesehatan dan LSM yang bekerja untuk penanganan HIV/AIDS. Padahal HIV/AIDS juga berhubungan erat dengan aspek-aspek kehidupan masyarakat lainnya, diantaranya pendidikan,agama,sosial,budaya,gender dan HAM. Kearifan budaya juga harus diperhatikan karena kebudayaan berkaitan erat dengan perilaku masyarakat itu sendiri.

Rabu (29/08)bertempat di Hotel Mutiara Kota Jayapura, Foker LSM Papua bersama partisipan dan mitranya membangun sebuah Koalisi Stop Aids Now Tanah Papua sebagai salah satu strategi dalam penanganan masalah HIV/AIDS di Tanah Papua.Koalisi yang teriri dari 18 LSM dan lembaga lainnya ini menempatkan pendekatan Gender dan HAM dalam upaya dan aktifitas mereka dalam penanggulangan masalah HIV/AIDS di Papua. Oleh karena itu koalisi ini tidak hanya bergerak dibidang kesetaraan gender,perempuan dan anak serta HAM.

Sehari sebelumnya, telah dilakukan lokakarya selama satu hari penuh (28/08)yang mengadirkan 4 narasumber yakni; Latifah Anum Siregar, SH (ALDP),Meilani (LP3A),dr.Yolelyn C.Dimalouw Suebu, M.Kes (Dinas Kesehatan Provinsi Papua) dan dr.  Raflus Doranggi (YPKM).

Menurut Tahi Butarbutar M.Kes,Direktur YPKM dan juga kordinator Pokja Kesehatan dan HIV/AIDS Foker LSM Papua, Penanganan HIV/AIDS harus di lakukan secara bersama-sama dengan membangun suatu komitmen.Dalam hal ini pendekatan gender  dan HAM harus dilakukan dalam merumuskan langkah-langkag strategis untuk penanganan HIV/AIDS di Tanah Papua.

Ibu omi dari yayasan Beatrix,Biak,juga menegaskan pentingnya menegakkan keadilan gender di Papua. Sebab selama ini,seakan-akan seorang isti tidak memiliki hak untuk menolak keinginan suaminya dalam relasi sexsual.Selain itu,ia juga menyebutkan kasus-kasus perdagangan perempuan yang selama ini tidak tersentuh oleh berbagai pihak.Walaupun kasus perdagangan perempuan ini belum tampak secara jelas di permukaan,namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perdagangan tersebut memang ada dan terkoordinir secara rapih.Hal ini diakui oleh Virigilius Ledang dari LP3 A-Papua yang selama ini bekerja dibidang perlindungan hak perempuan dan anak.

“Meskipun kami belum mempunyai data yang akuratmengenai kasus-kasus perdagangan perempuan di PAPUA, namun dari pengalaman kami selamamelakukan pendampingan, memang perdagangan permpouan ini ada dan terjadi di PAPUA” Jelas Verigilius.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang tersebut, dalam upaya dan tindak pecegahan HIV/AIDSdi tanah PAPUA, Koalisi Stop AIDS Now Papua merasa perlu mendorong dibuatnya sembilan butir point yang dibuat dan disepakati oleh anggota koalisi dan tanda tangani oleh tujuh utusan dari masing-masing regio; J Septer Manufandu (Foker LSM PAPUA); Drs. Tahi Butar-butar. M. Kes (Kordinator Pokja Kesehatan Foker LSM Papua/ YPKM); Virgillius ledang (LP3AP); Dr. Linnga (Primary Nabire); Omi Mauboy (Yayasan Beatrix);Suzanna Burdam, S.Hut(Yalhimo,Manokwari)dan Beatriks AM.R (Yasanto,Merauke).

Sembilan point tersebut adalah;Pertama,melakukan pendekatan gender dan HAM dalam mengimplementasikan program-program yang berkaitan dengan HIV/AIDS di Tanah Papua;Kedua,Perlindungan terhadap ODHA sesuai dengan prinsip-prinsip universal;Ketiga,Melibatkan kaum perempuan dalam proses-proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan penanggulangan bahaya HIV/AIDS di Tanah Papua;Keempat,Menggunakan kearifan tradisional Papua untuk kampanye penanggulangan penyebaran viirus HIV/AIDS di Tanah Papua;Kelima,Mendorong Pemerintah Papua dan Legislatif agar segera mensosilisikan dan menerbitkan Perdasi Pelayanan Kesehatan yang berpihak kepada masyarakat di Tanah Papua ;Keenam,Mendorong Pemerintah Daerah dan Legislatif agar segera menerbitkan Perdai tentang HIV/AIDS di Tanah Papua; Ketujuh,Mendorong Pemerintah Daerah dan Legislatif untuk mencabut izin perdagangan minuman keras dan segera menerbitkan Perda larangan minuman keras diseluruh Tanah Papua;Kedelapan,Mendorong aparat hukummenindak tegas pelaku perdaganan perempuan di Papua ;Kesembilan,Mendorong strategi advokasi dan gerakan yang dilakukan secara terpadu,sistematis dan terencana agar mampu mempengaruhi perubahan status kesehatan masyarakat terutama pengaruh kasus HIV/AIDS oleh berbagai lapisan masyarakat.





CERPEN:SEBERKAS PENYESALAN


Seberkas penyesalan


Ketika gary mengambil buku ensiklopedia biologi kelas 5, tiba-tiba sesosok mata didepannya melotot bersamaan dengan memegang buku itu.
“hei, ini milikku” kata laki-laki berambut cokelat  itu. “jangan harap” kata gary tidak mau kalah. Mereka saling menarik buku itu hingga mereka perlu menariknya dengan kedua tangan, tidak ada yang mau mengalah untuk melepasnya. Tiba-tiba. . . . “srekkkk. . . ”
Keduanya diam terpaku melihat buku itu kini terbelah menjadi 2 bagian.
“apa yang kalian lakukan”  suara dibelakang gary.
“maaf bu, saya hanya ingin meminjam buku ini, tapi orang ini merampasnya” kata laki-laki itu sambil membela diri. “hei, jangan sembarangan ya, jelas-jelas kamu yang merampasnya duluan” gary tidak mau kalah. Mereka beradu mulut saling membela diri, tidak ada yang mau kalah.
“cukup” kata ibu peny penjaga library dengan marah. “kalian berdua silahkan mengajukan tuntutan ini diruang kepala sekolah sekarang” selak ibu peny sambil menarik kuping keduanya.
“augh, tidak ibu kenapa harus kekepala sekolah” keluh gary tampak kesakitan. “tidak ada protes” dengan tegas ibu peny menuntun mereka berjalan keluar library. Semua murid dilibrary hanya memandang hampa kepada mereka.
“apa yang kalian lakukan ditengah ketenangan ruang baca” gusar pak Hendy kepala sekolah. Mereka terdiam sambil melipat tangan dibawah perut dan menunduk. Bu peny menjelaskannya tapi kemudian,
“tidak pak, orang ini yang melakukannya” kata laki-laki itu menunjuk gary. “hei, jangan membalikkan kebenaran” kata gary dengan muka masam. Mereka kembali beradu mulut.
“cukup” teriak pak Hendy hingga suaranya seperti bergema memecahkan kaca-kaca jendela ruangannya. Semunya terdiam. “kalian berdua harus memberikan surat panggilan ini dan mendatangkan orang tua kalian besok” kata pak Hendy dengan memberikan dua amplop pada keduanya.
“jangan pak, saya janji tidak akan berbuat salah” kata gary kemudian dengan muka rasa bersalah. “ya pak, saya janji tidak akan terjadi kejadian ini” kata anak laki-laki itu menyadari kesalahan yang terjadi.
“hmm. . . , ini cukup sukar, tapi. .”
“kami mengakui kesalahan” keduanya serentak memohon sambil menunduk.
“ya, saya yakin dengan pasti sekarang setelah kalian mengaku kejadian ini terjadi karena kesalahan bersama” kata pak hendy dengan tenang.” Kalian bisa keluar sekarang tanpa membawa surat panggilan” kata pak Hendy lagi.
 “terima kasih pak “ seulas senyum mengambang diwajah keduanya.
Kemudian saat pualng sekolah gary berjalan menuju pagar tiba-tiba sesosok laki-laki itu menghadangnya. “hei, maaf untuk yang tadi aku merasa bersalah, kenalkan aku doly kita tinggal sekompleks.” Katanya sambil menjulurkan tangan. “ sejenak saling memandang “eng, ya baiklah” balas gary dengan senyum ramah. “sebenarnya aku ingin berteman denganmu, tapi aku takut mengatakannya” kata doly dengan suara rendah. “tapi kenapa dengan cara kekerasan” kesal gary. “ karena aku tak bisa mengatakannya langsung.  Jawabnya dengan tatapan bersalah. “baiklah aku memakluminya ketika kau tak ingin mengalah dan ingin menang mengambil buku itu, sifat keras egoismu sama denganku. Senyum gary “terima kasih” kata doly tersenyum. “ya” jawab gary membalas senyum.
Tadinya gary ragu tapi melihat tatapan doly yang mendalam seperti menantikan seorang sahabat yang diidamkannya sejak lama, yaitu gary.
Keduanya berjalan berbarengan, tiba-tiba . . . .“gary handika, doly sianika ganti uang buku 65000” teriak bu peny dari kejauhan.
“apa. . .” seru keduanya berbalik dengan sorotan mematung memandang bu peny.